Wafatkanlah Aku dan Kumpulkan Aku Bersama Orang-Orang Shalih
Puncak dari karamah adalah istiqamah dalam melakukan amalan ibadah.
Puncak dari makrifat adalah dengan mengenal Allah yang ditunjukan dengan perasaan takut, berharap, dan mencinta, terkadang tersingkap hakikat.
Ciri Makrifat
Khauf, Raja, dan Mahabbah
فلا تخافوهم وتخافون ان كنتم مؤمنون
“Maka, jangan Kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku, jika kamu mu’minun.” (Ali Imran:175)
من كان يرجوا لقاءالله فان اجل الله لات
“Barangsiapa yang mengharapkan pertemuan dengan Allah, maka waktu Allah pasti datang.” (Al Ankabut:5)
والذين امنوا اشد حبا لله
“Yang beriman sangat cintanya kepada Allah.” (Al Baqarah:165)
Kisah Makrifat: Tersingkap Hakikat
رب ارني كيف تحي الموتى…ليطمإن قلبي
رب ارني انظر اليك
Diantaranya:
- Kisah Uzair diperlihatkan bagaimana hewan ternak yang mati dihidupkan kembali.
- Kisah Ibrahim diperlihatkan bagaiman 4 ekor burung dihidupkan kembali.
- Kisah Musa minta diperlihatkan Allah.
Salafus Shaleh Menyikapi Hakikat
Seorang tabi’in yaitu, Ahnaf bin Qaisy mengungkapkan:
من تكلم بالعلم قبل أن يُسأل عنه ذهب ثلثا نوره
“Barangsiapa yang berbicara tentang ilmu (hakikat) sebelum ia ditanyakan maka akan hilang dua pertiga nur ilmu tersebut.”
Salafus shaleh berpegang teguh pada syariat, tidak menonjolkan ilmu hakikat dan makrifat, karena mereka khawatir orang awam tidak bisa mencerna dengan baik pemahaman terhadap ilmu tersebut.
Saat menggapai puncak makrifat, terkadang tersingkap hal-hal di luar nalar yang disebut ilmu hakikat. Bukan Konsumsi Publik!
Ilmu Hakikat: Bukan Konsumsi Publik
Syaikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani dalam Bahjatun Nufus Wal Ahdaq Fii Ma Tamayyaza Bihil Qawmi Minal Adabi Wal Akhlaq juz 1 halaman 287 menegaskan:
وقد مضى السلف الصالح رحمه الله على العمل بظاهر الشريعة على وجه الإخلاص حتى تتجلى الحقائق لقلوبهم من غير سماع ذلك من أحد من اشياخهم, وقالوا: علم الحقيقة أحسن ما يعلم وأقبح ما يقال ويسمع
Bahwa semenjak dahulu para ulama salafus sholeh, mengamalkan dzohir syariat secara ikhlas hingga hakikat itu nampak jelas (tajalli) di hati mereka, meskipun sebelumnya mereka tidak pernah mendengar dari guru-guru mereka. Para ulama berkata, “Ilmu hakikat itu adalah sebaik-baiknya pengetahuan dan sejelek-jeleknya perkataan yang diucap atau didengar.”
Beribadah sesuai syariat menuntun kepada hikmah, thariqah, hingga puncak makrifat, yakni: khauf, raja, dan mahabbah, serta ilmu hakikat yang tidak diperoleh dengan ucapan atau mendengarkan dari orang lain, melainkan melaluinya dengan mendekatkan diri kepada Allah.
Mendekat kepada Allah Mencapai Puncak Makrifat
Secara umum, cara mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah: menunaikan ibadah sebaik-baiknya dan meningkatkan amalan. Secara khusus, dengan melakukan Langkah Pertama Meniti Jalan Makrifat, Menjadi Rabbaniyin, dan Mencari Jalan Setapak.
Sebagai implementasi Mencari Jalan Setapak adalah mengikuti arahan guru. Jika Guru mengajarkan kaidah penyucian jiwa, tandanya murid sedang diajarkan metode tasawuf. Dalam hal ini, guru (mursyid dalam istilah tasawuf) menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan seorang hamba mengarungi lautan tasawuf.
Bertasawuf untuk Mendekat kepada Allah
Dalam bertasawuf, banyak yang tidak sabar, sehingga terlempar pada jurang kesesatan, bahkan hilang akal. Ada juga yang menjelma menjadi dukun dengan tampilan orang shaleh, seniman, bahkan orang berdasi.
Seseorang yang mempelajari ilmu tasawuf secara otodidak, maka hasilnya nihil, tidak akan pernah mencapai puncak makrifat. Tasawuf adalah suatu bidang kajian ilmu yang sifatnya trancendental.
Syaikh Abu Yazid Al-Busthomi, praktisi tasawuf senior bermazhab Hanafi, mengatakan dalam Tafsir Ruhul Bayan jilid 5 halaman 264,
من لم يكن له شيخ فشيخه الشيطان
“Barang siapa tidak memiliki guru, maka yang menjadi gurunya adalah setan”.
Yang Mengaku-Ngaku Bertasawuf
Dengan berkembangnya teknologi dan kemudahan untuk mengakses informasi, banyak orang mempelajari ilmu tasawuf tanpa guru. Sebagian dari mereka hanya mengutip kata-kata hikmah Al Hallaj, Al Busthomi, Imam Al Ghazali, Jalalludin El Rumi, Syaikh Abdul Qadir Jailani, lantas mengklaim diri seorang sufi.
Mereka hanya mencari popularitas di masyarakat. Bahkan mereka terjebak paham menyesatkan: humanisme, feminisme, sekuler, liberal, agnostik, dan ateis, serta menjadikan agama sebagai bahan candaan, sebut saja Majelis Lucu Indonesia.
Imam Al Ghazali menyatakan dalam Kitab Al Fawaaidul Makkiyyah, halaman 25 dan Kitab Taudhihul Adillah juz 3 halaman 147,
“Barangsiapa yang mengambil ilmu dari seorang guru secara langsung berhadap-hadapan, niscaya akan terjagalah dia dari kesesatan dan kekeliruan.”
“Dan bahwasanya menuntut ilmu tanpa ada bimbingan dari guru, laksana seseorang yang menyalakan pelita, padahal pelita itu tidak berminyak.”
“Setiap orang yang menuntut ilmu secara tersendiri (tanpa Guru), maka sesungguhnya dia berada dalam kesesatan.”
Tasawuf Dijadikan Tameng Kemalasan
Mereka menjadikan tasawuf tameng kemalasan untuk tidak belajar Quran sesuai tafsirnya, bahkan untuk tidak shalat. Alasannya sudah makrifat kepada Allah dan paham ilmu hakikat. Menurut mereka, shalat hanya diperuntukan bagi mereka yang belum dekat dengan Allah.
Sebagaian lainnya terjebak pada paham humanisme, “Humanity above religion .” dan jargon sufistik, “Orang beradab lebih tinggi daripada orang berilmu”. Semoga Allah memberi Kita petunjuk.
Benarlah apa yang disampaikan Imam as-Syafi’i dalam Hilyatul Auliya jilid 9 halaman 137,
أسس التصوف على الكسل
“Ajaran-ajaran sufi dibangun di atas prinsip malas.”
Dari celaan Imam Syafi’i dan apa yang diajarkan Imam Al Ghazali , telah jelas bahwa sejak zaman Tabiut Tabi’in hingga Dinasti Abbasiyah, begitu banyak orang yang menjadikan tasawuf sebagai kedok untuk menutupi kemalasan.
Imam Syafi’i dan Imam Al Ghazali terpaut 2 abad.
Bertasawuf dengan Thariqah Imam Al-Ghazali
Bersanad kepada Imam Al-Ghazali
Imam Al Ghazali mengajarkan untuk berpegang teguh pada prinsip-prinsip Quran dan Hadits dalam bertasawuf. Di samping meniti jalan hikmah dan thariqah dalam menimba ilmu tasawuf, murid harus tetap menjalankan syariat Islam yang telah diperintahkan Allah.
Konsep tasawuf yang ditawarkan Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Al Munqidz Min Al Dhalal:
- Takhali
- Tahalli
- Tajalli
- Menjalankan Syari’at
Takhali
والقت ما فيها وتخلت
“…dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong (takhallat).” (Al Insyiqaq:4)
Pengosongan diri (dari sifat tercela): sombong, riya, ujub, dengki, hasad.
Tahalli
او تحل قريبا من دارهم
“…atau terjadi (tahillu) dekat dari kampung mereka…” (Ar Ra’d:31)
Menghiasi diri (dengan sifat terpuji): beribadah, berdzikir, dan mendekat kepada Allah.
Tajalli
فلما تجلى ربه للجبل
“Maka ketika menampakkan (tajalli) Rabbnya pada bukit…”(Al A’raf:143)
Manifestasi (perkara ghaib) untuk menyaksikan tanda-tanda kebesaran-Nya. Inilah kemuliaan dan hakikat.
Tetap Menjalankan Syariat
Kendati seorang hamba telah mencapai puncak dari tasawuf yakni makrifat kepada Allah dalam kaidah Tajalli, Imam Al Ghazali mengajarkan untuk tetap menjalankan ajaran-ajaran syariat Islam sebagaimana mestinya. Murid tetap beribadah kepada Allah dan berinteraksi dengan sesama manusia sambil melakoni ajaran tasawufnya sebagai kaidah Tahalli.
Hal ini mengindikasikan bahwa konsep tasawuf yang digagas oleh Imam Al Ghazali berbeda dengan para pendahulunya: Al-Hallaj dan Al-Busthomi. Mereka dianggap telah meninggalkan ajaran-ajaran syariat.
Ajaran Al Hallaj diserap oleh sebagian praktisi kejawen sebagai pemahaman Manunggaling Kawulo Gusti.
Implementasi
- Jauhi pembicaraan seputar hikmah, thariqah, dan ilmu hakikat.
- Istiqamah dalam beramal.
- Istiqomah dalam Langkah Pertama Meniti Jalan Makrifat, Menjadi Rabbaniyyin dan Mencari Jalan Setapak.
- Selalu ikuti arahan dan doakan Guru tanpa mengkultuskannya.
Paradoks Makrifat: Ilmu Hakikat
Menuliskan Ungkapan Cinta-Nya
Seolah-olah dikatakan kepadaku,
“فذوقوا…
Suruh siapa jauh-jauh mencari?
Untuk apa mencari tahu melebihi yang diberi?
Apakah membuatmu puas dan senang?
Kembalilah ke jalan-Ku, niscaya Kamu selamat!”
Analogi Vitamin C
Ketika Kita sudah mempelajari, merasakan, mengetahui struktur vitamin C (asam askorbat), dan mengetahui manfaatnya, lalu bagaimana Kita meyakinkan kepada orang mengenai manfaat, keberadaan, dan wujud vitamin C tersebut?
Diantaranya:
- Kita bertemu dengan seseorang yang sariawan.
- Sarankan untuk konsumsi buah yang banyak mengandung vitamin C diantaranya: jeruk dan pomade.
- Kita sarankan mencicipi jeruk. Terdapat berbagai macam jeruk: mandarin, medan, nipis, lemon, bali, santang, dan sebagainya.
- Diantara jeruk tersebut ada yang berwarna oranye, hijau, dan kuning.
- Kupas kulit jeruk, maka akan ada daging buah dengan berbagai rasa dan teksur.
- Makan buah jeruk tersebut, maka dengan tempo waktu intensintas tertentu, orang akan merasakan manfaat dari jeruk, misal dengan hilang sariawannya.
- Makan jeruk hanya sekali tidak akan mendapat manfaat yang signifkan.
Hikmah Vitamin C
- Menjelaskan vitamin C dengan pendekatan makan jeruk itu seperti meniti jalan “on road”; dapat diukur.
- Merasakan dan menyerap nutrisi saat makan jeruk seperti meniti jalan”off road”; tidak ada alat ukur.
- Merasakan manfaat dari vitamin C akibat dari istiqamah makan jeruk dengan periode waktu tertentu seperti bermakrifat.
- Ketakutan dan mengharap selalu dapat asupan vitamin C karena telah merasakan manfaatnya seperti khauf dan raja.
- Mengetahui struktur vitamin C (asam askorbat) dan dapat menvisualkan seperti tersingkapnya hakikat.
- Terkadang sulit menjelaskan struktur asam arkobat, memvisualkannya, apalagi menjelaskannya kepada orang awam. Seolah-olah percuma mengetahui hakikat asam arkobat.
Wafatkanlah Aku!
Doa-Doa Orag Shalih
توفني مسلما والحقني بالصلحين
مع الذين انعم الله من النبيين والصدقين والشهداء والصلحين…اولئك رفيقا
وتوفني اذ اكانت الوفاة خيرالي
فتوفني اليك غير مفتون
الموت خير للمؤمين من الفتنة
Dialah Yusuf seorang nabi yang meminta diwafatkan sebagai orang yang berserah diri dan dikumpulkan bersama orang-orang shalih, sebagaimana Rasullulah menjelang wafatnya minta dikumpulkan bersama orang-orang shalih.
Doa Penutup
Terimakasih kepada para guru pembimbing yang telah mengenalkanku kepada jalan ini.
Semoga keberkahan melimpah kepadamu, juga kedua orang tua dan orang-orang yang pernah mengasuh, serta berbuat baik dari kalangan wanita, maupun pria; mendapat bagian dari segala kebaikan dan Allah limpahkan ampunan dan rahmat-Nya.
Semoga Allah selalu memberi petunjuk.